Jakarta, Info Breaking News - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami proses penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Pendalaman ini diperlukan untuk memperkuat adanya indikasi penyimpangan dalam penerbitan SKL terhadap Sjamsul tersebut.
"Kami ingin mendalami apa yang terjadi pada rentang waktu tersebut, dan juga informasi tentang apakah pengambilan kebijakan sesuai prosedur," kata juru bicara (Jubir) KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (2/5).
Untuk mendalami hal tersebut, KPK memanggil mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli dan mantan Wakil Kepala BPPN, Eko Budiyanto. Febri menjelaskan, pemeriksaan terhadap keduanya dilakukan untuk memastikan aturan-aturan yang landasan pemberian SKL terhadap Sjamsul. Apalagi, Sjamsul mendapat SKL BLBI meski masih memiliki kewajiban sebesar Rp 3,7 triliun.
"Ingin mendalami pengambil kebijakan ambil berdasarkan aturan apa. Dan jika dalam kondisi-kondisi tertentu misalnya obligor masih punya kewajiban, tapi diterbitkan SKL, itu melanggar apa," katanya.
Penerbitan SKL didasari Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.
Dalam Inpres yang ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri itu diatur bahwa pemberian SKL dilakukan oleh Ketua BPPN setelah mendapat persetujuan dari KKSK dan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. Untuk itu, Febri mengatakan, selain mempelajari aturan-aturan terkait BLBI dan SKL, pihaknya juga menelusuri alur proses pengambilan kebijakan. Termasuk rekomendasi yang disampaikan Syafruddin kepada KKSK dan Menteri BUMN saat itu.
"Aturan-aturan tentu akan kita lihat. Aturan kan beragam. Mulai dari UU, ada tap MPR dan Inpres. Peraturannya kita lihat dan bagaimana alur proses kebijakanya seperti apa. Itu yang kita dalami. Misalnya rekomendasi yang disampaikan seperti apa. Karena ada sejumlah pejabat dalam forum KKSK," jelasnya.
Diketahui, KPK menetapkan Syafruddin sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI untuk Sjamsul Nursalim sebagai pemegang saham pengendali BDNI pada 2004 lalu.
Sebagai Kepala BPPN, Syafruddin diduga telah menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam penerbitan SKL kepada Sjamsul. Akibatnya, keuangan negara ditaksir menderita kerugian hingga Rp3,7 triliun.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Syafruddin disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.*** Any Christmiaty.