LOMBOK TENGAH,sasambonews.com,- Pengadaan buku di Kabupten Lombok Tengah perlu dievaluasi. Pasalnya, pengadaan buku pada satuan pendidikan selama ini seringkali tidak sesuai kebutuhan siswa. Akibatnya tidak jarang buku yang dibeli tidak dimanfaatkan dan hanya menjadi barang ronsokan.
Selain itu, pembelian buku terkadang akibat tekanan dari pihak-pihak tertentu. Seperti yang terjadi baru-baru ini, dimana puluhan Sekolah Dasar (SD) dipaksa membeli buku oleh para pejabat di Unit Pelaksana Tekhnis Dikpora (UPTD).
Salah satunya SDN Lengkan, Kecamatan Praya Timur. Kepada Media ini, Kepala SDN Lenngkah, Kusmiadi menuturkan, sekitar tiga bulan lalu ia diminta membeli puluhan eksemplar buku oleh Kepala UPTD Praya Timur dan diharuskan membayar Rp 4 juta.
Awalnya ia sempat menolak, karena tidak pernah memesan dan tidak punya uang. Namun Kepala UPTD Praya Timur mengatakan bahwa pembelian buku adalah kewajiban dan perintah pihak kabupaten. Mengenai pembayaran, bisa dilakukan belakangan. " Intinya kita diharuskan membeli, ini benar-benar pemaksaan," kata Musmiadi di Praya, Minggu.
Saat diperiksa, ternyata bukan buku pelajaran, melainkan buku administrasi seperti RPP, silabus yang sama sekali tidak dibutuhkan siswa. " Yang kami beli ini bukan buku, tapi sampah. Kami bisa buat sendiri, tidak perlu membeli dengan harga semahal ini," keluhnya.
Karena tidak dimanfaatkan, setelah dibayar ke UPTD, buku-buku tersebut langsung dijual ke pengepul barang bekas. Dengan penekanan yang dilakukan pihak UPTD , pihaknya beranggapan bahwa hal tersebut tidak ubahnya seperti "perampokan" secara halus. Kedepan, pihaknya berharap hal serupa tidak terulang kembali. Agar tidak mubazir, pembelian buku harus berdasarkan keinginan sekolah, tanpa interfensi dari pihak manapun.
Hal senada juga diungkapkan Suwandi,S.Pd, salah seorang pengawas SD Kecamatan Peringgarata. Sepengetahuannya, pendistribusian buku dilakukan di seluruh kecamatan yang digagas Forum Kepala UPTD se Kabupaten Lombok Tengah. Dalam hal ini, Forum Kepala UPTD mengadakan kerjasama dengan penerbit yang diduga berasal dari Pulau Sumbawa.
Karena dianggap tidak sesuai kebutuhan dan membebani anggaran sekolah, gagasan tersebut sempat mendapat penolakan dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kecamatan Peringgarata dan para pengawas SD, namun tidak diindahkan.
Ia dan pengawas lainnya pun pernah mengimbau kepala sekolah agar menolaknya. Namun rata-rata kepala sekolah mengaku takut dengan adanya interfensi dari pihak UPTD, terlebih karena mengatasnamakan pihak kabupaten. Kalaupun ada kepala sekolah yang menolak, diantarkan langsung oleh Kepala UPTD ke sekolah yang bersangkutan. Jika dikalkulasikan, jumlah anggaran pengadaannya diperkirakan mencapai ratusan juta.
"Karena tidak punya uang, sampai saat ini beberapa sekolah belum membayar," jelasnya.
Seperti halnya Kepala SDN Lengkah, ia juga sepakat bahwa hal tersebut merupakan pemerasan terhadap kepala sekolah. Untuk itu, pihaknya meminta Bupati dan Wakil Bupati segera memberikan sanksi tegas kepada siapapun yang terlibat di dalamnya. Begitu juga dengan aparat kepolisian dan kejaksaan, diminta segera mengusut persoalan tersebut. Karena tidak menutup kemungkinan ada indikasi korupsi dan penyalahgunaan wewenang di dalamnya.
Sementara itu, Kepala SDN Areguling, Kecamatan Pujut, Mistan, S.Pd mengatakan, pembelian buku tersebut merupakan penipuan yang terorganisir. Dengan pola yang digunakan, pihaknya mensinyalir ada penyalahgunaan wewenang dan jabatan. Untuk mengungkapnya, pihaknya juga setuju jika persoalan tersebut segera diusut, termasuk aparat kepolisian dan kejaksaan.
Agar tidak menjadi masalah, pihak UPTD dan penerbit diminta segera menarik buku yang telah didistribusikan. Serta mengembalikan dana yang sudah ditarik dari masing-masing sekolah. |wis