Parah! Agus Mau Beli Suara Dengan Bagi Sembako
Penulis : Alifurrahman
Money politik adalah cara paling mudah untuk mendapatkan simpati. Tapi money politic juga menjadi masalah serius yang membuat bangsa ini dipimpin oleh orang-orang yang tidak tepat, hanya menang dana. Lihat saja di DPR, berapa banyak dari mereka yang benar-benar berkontribusi bagi negara ini? Bukankah sebagian besar malah tidak mewakili rakyat sama sekali?
Beberapa hari ini banyak orang bertanya mengapa orang seperti Fahri bisa terpilih sebagai DPR? Orang tak tau malu dan tak mau mundur meski sudah dipecat partainya sendiri. Banyak juga orang bertanya mengapa Fadli Zon terpilih sebagai pimpinan DPR? jawaban paling masuk akalnya adalah money politic atau dapilnya kurang rasional.
Meskipun money politic atau serangan fajar ini dilarang undang-undang, namun masih banyak yang melanggar. Terutama di daerah-daerah terpencil yang jauh dari jangkauan media.
Namun bagaimana kalau yang melakukan praktek money politic adalah Cagub Ibu Kota? Jakarta representasi Indonesia. Padahal belum masa kampanye.
Jakarta yang merupakan indikator politik nasional, seharusnya menyajikan pertunjukan pesta demokrasi yang berkualitas. Calon-calonnya memiliki kapasitas yang mumpuni. Pilkada harus jauh dari SARA dan money politic. Tapi kenyataan yang kita lihat sekarang jauh dari harapan. Seorang mayor terpaksa berhenti dan keluar dari TNI untuk maju di Pilgub DKI. Menjadi Cagub hanya karena bapaknya pimpinan partai dan mantan Presiden 10 tahun. Si anak hanya perlu bilang "ya" maka langsung bisa jadi Cagub, padahal kalau orang biasa dan bukan anak mantan Presiden, harus ikut seleksi fit and proper test.
Sudah begitu, kalau ditanya visi misi jawabnya "nanti" atau "yang bagus kita lanjutkan." Saat datang ke Mata Najwa sikapnya bikin mual-mual, belagu.
Lebih buruk lagi, ternyata tim Anak Mantan sudah bagi-bagi sembako. Menurut informan seword, pelanggaran ini terjadi di Luar Batang.
Informan seword juga mengkonfirmasi bahwa tim Agus bisa disebut mecuri start kampanye. Sebab mereka sudah mengirimkan surat undangan pilih Agus Sylvi di Kapuk Cengkareng.
Dari rekaman yang dikirim oleh tim informan seword di lapangan, salah satu RT mengaku terus menerus ditanya apakah undangan sudah disebar apa belum? Sudah sampai mana? Dan seterusnya. Sementara RT mengaku tidak punya pilihan karena terus menerus ditanya (diteror).
Ya. Beginilah konsekuensi kalau Anak Mantan maju sebagai Cagub. Tidak paham apa-apa dan mungkin tidak tau aturan sehingga seenaknya bagi-bagi sembako serta menyebar undangan menyuruh RW.
Saya pikir ini akan jadi catatan sangat buruk bagi demokrasi Indonesia. Sudah terbayang, jika Jakarta saja berhasil meluncurkan cagub tak tau apa-apa dan hanya modal Anak Mantan, bagaimana dengan daerah lain yang jauh dari jangkauan media? Pantas kalau ada dinasti Banten. Sebab yang di Jakarta pun ada yang coba bikin dinasti tanpa rasa malu.
Andai orang-orang seperti Agus ini yang terpilih, maka kita semua harus maklum kalau negeri ini tak maju-maju. Karena yang terpilih adalah orang-orang tak tau aturan, tak tau apa-apa dan hanya modal dengkul papa.
Tapi saya yakin, Jakarta berbeda dengan daerah-daerah terpencil yang bisa disogok dengan sembako. Rakyat Jakarta sudah sangat cerdas. Mereka akan mengambil sembakonya namun tidak akan memilihnya. Karena tidak mungkin warga Jakarta memilih sembako yang hanya cukup sehari, namun kemudian menyesal 5 tahun ke depan karena punya Gubernur tak tau apa-apa kecuali papa.
Mari beri pelajaran bagi anak papa, beri pelajaran bahwa Pilgub bukan hal main-main yang bisa hanya modal dengkul papa. Kita sudah cukup malu ketika orang tak tau apa-apa bisa menjadi Cagub DKI. Mari balas dengan berikan suara nol untuk anak papa. Minimal nol koma sekian persen.
Terakhir, maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai, lalu dikikis bagi-bagi sembako. Pertanyaannya apakah warga Jakarta mau terkikis sehingga bisa dipeluk? Atau kita meletupkan lahar amarah? Semuanya terserah warga Jakarta.
Selengkapnya :
http://ift.tt/2duJiDz