AMBON - BERITA MALUKU.Guna menindaklanjuti on the spot (tinjauan lapangan) yang dilakukan pimpinan dan anggota komisi II DPRD Maluku di Sabuai, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) beberapa waktu lalu.
DPRD Maluku telah mengagendakan untuk pertemuan bersama Dinas Kehutanan Maluku dan CV Sumber Berkat Makmur (SBM).
"Direncanakan besok, Selasa 3 Maret di DPRD Maluku sekitar pukul 14.00 WIT, kita pertemuan dengan Dishut Maluku dan CV SBM," ujar Anggota Komisi II DPRD Maluku, Aziz Hentihu saat dikonfirmasi via telepone, Senin (02/03).
Menurutnya, rapat tersebut akan membahas berbagai hal termasuk diperpanjang atau tidak izin kepada CV SBM. Mengingat izin yang diberikan telah selesai 5 Maret mendatan.
"Dari rapat tersebut baru diambil langkah lanjut, termasuk apakah izin dari CV SBM diperpanjang atau tidak, mengingat izinnya sudah selesai 5 Maret 2020. apakah nanti dia mengajukan izin lanjutan atau memang musti dihentikan," ujarnya.
Dirinya mengungkapkan, dalam on the spot, dilakukan pertemuan bersama sejumlah pihak termasuk tokoh adat, Kepolisian, Raja Atihahu, kemudian lokasi long boat kayu dari CV SBM. Dari tinjauan tersebut ditemukan sejumlah masalah. Pertama, kaitan dengan kesepakatan izin lokasi, diduga kuat pemegang izin HPH CV SBM masuk ke lokasi yang tidak ada dalam kesepakatan.
"Awalnya itu disepakati, kan itu petuanan Siwalalat, pusat pemerintahannya di Atihahu, nah didalam itu ada juga pemilik lahan adat, itu kaitan dengan desa administratis Sabuai (desa adat), pertemuannya adalah kesepakatan masuk di izin lokasi itu ada tiga lokasi, diduga kuat pemegang izin HPH CV SBM. Dia masuk ke lokasi yang tidak ada dalam kesepakatan itu. Makanya pihak-pihak desa Sabuai pemilik lahan melakukan pemalakan dengan sasi adat. Dari temuan, pihak CV SBM sebagai pemegang izin IPK diduga menggunakan tenaga kerja yang juga tenaga kerja anak-anak itu untuk membuka sasi adat tersebut," tuturnya.
Menurutnya, itu yang menjadi masalah awal, sehingga anak-anak adat kemudian mendatangi lokasi untuk meminta klarifikasi dari CV SBM, namun terjadi ketegangan antara kedua bela pihak, yang berimbas pada pecahnya kaca sejumlah mobil aset milik CV SBM. Tak terima pihak perusahaan kemudian melaporkan ke pihak kepolisian, akibatnya ada 26 anak adat yang ditahan, 24 sudah dilepas, sedangkan 2 orang masih ditahan, bahkan sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Temuan kedua, kata Kader PPP ini, CV SBM selaku pemegang IUP awalnya diberikan izin oleh Bupati SBT, untuk izin usaha perkebunan, tetapi ternyata di lapangan ditemukan adanya aktifitas penebangan.
"Yang kita temukan dalam on the spot itu salah satunya belum dilaksanakan penanaman, tetapi yang ada aktifitas penebangan. Kalau misi awalnya itu lahan itu dibuka untuk perkebunan sesuai IUP, tetapi dari tinjauan sampai saat ini tidak dilaksanakan pelaksanaan penanaman atau perkebunan itu. Karena disekitar lokasi terdapat banyak kayu, maka perusahaan kemudian meminta izin IPK untuk penembangan dan pemanfaatan hasil hutan kayu," ucapnya.
Selain persoalan di atas, ia mengutarakan, temuan lainnya terkait pemberian upah kepada pekerja yang merupakan masyarakat adat disana, dimana tidak diberikan oleh pihak perusahaan.
"Jadi kita sesalkan disana, ada hak-hak adat yang diabaikan, kemudian masalah sosial lainnya, ada karyawan yang diatas 10 -16 bulan tidak digaji," ungkapnya.
Untuk diketahui, Pemerintah Provinsi Maluku telah mengeluarkan surat penghentian penembangan CV Sumber Berkat Makmur (SBM) di Sabuai, Kabupaten SBT.
Penghentian ini merupakan tindaklanjut dari tuntutan masyarakat (Gerakan Save Sabuai), yang melakukan aksi demonstrasi di Kantor Gubernur Maluku, DPRD Maluku dan Polda Maluku, beberapa waktu lalu.
Surat nomor 522.3/Dishut-Mal/187/2020, tertanggal 24 Febuari 2020, tentang penghentian kegiatan penembangan ditunjukan langsung ke CV SBM, yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Kehutanan Maluku, Sadli Lee.
Surat tersebut dituliskan, menindaklanjuti hasil rapat kerja DPRD Provini Maluku pada Sabtu 22 Febuari 2020, terkait dengan permasalahan yang terjadi di CV Sumber berkat Makmur berdasarkan tuntutan masyarakat (Gerakan Save Sabuai), dengan ini diberitahukan kepada saudara untuk segera menghentikan penebangan sambil menunggu hasil peninjauan lapangan (on the spot) pimpinan dan anggota komisi II DPRD Provinsi Maluku.
DPRD Maluku telah mengagendakan untuk pertemuan bersama Dinas Kehutanan Maluku dan CV Sumber Berkat Makmur (SBM).
"Direncanakan besok, Selasa 3 Maret di DPRD Maluku sekitar pukul 14.00 WIT, kita pertemuan dengan Dishut Maluku dan CV SBM," ujar Anggota Komisi II DPRD Maluku, Aziz Hentihu saat dikonfirmasi via telepone, Senin (02/03).
Menurutnya, rapat tersebut akan membahas berbagai hal termasuk diperpanjang atau tidak izin kepada CV SBM. Mengingat izin yang diberikan telah selesai 5 Maret mendatan.
"Dari rapat tersebut baru diambil langkah lanjut, termasuk apakah izin dari CV SBM diperpanjang atau tidak, mengingat izinnya sudah selesai 5 Maret 2020. apakah nanti dia mengajukan izin lanjutan atau memang musti dihentikan," ujarnya.
Dirinya mengungkapkan, dalam on the spot, dilakukan pertemuan bersama sejumlah pihak termasuk tokoh adat, Kepolisian, Raja Atihahu, kemudian lokasi long boat kayu dari CV SBM. Dari tinjauan tersebut ditemukan sejumlah masalah. Pertama, kaitan dengan kesepakatan izin lokasi, diduga kuat pemegang izin HPH CV SBM masuk ke lokasi yang tidak ada dalam kesepakatan.
"Awalnya itu disepakati, kan itu petuanan Siwalalat, pusat pemerintahannya di Atihahu, nah didalam itu ada juga pemilik lahan adat, itu kaitan dengan desa administratis Sabuai (desa adat), pertemuannya adalah kesepakatan masuk di izin lokasi itu ada tiga lokasi, diduga kuat pemegang izin HPH CV SBM. Dia masuk ke lokasi yang tidak ada dalam kesepakatan itu. Makanya pihak-pihak desa Sabuai pemilik lahan melakukan pemalakan dengan sasi adat. Dari temuan, pihak CV SBM sebagai pemegang izin IPK diduga menggunakan tenaga kerja yang juga tenaga kerja anak-anak itu untuk membuka sasi adat tersebut," tuturnya.
Menurutnya, itu yang menjadi masalah awal, sehingga anak-anak adat kemudian mendatangi lokasi untuk meminta klarifikasi dari CV SBM, namun terjadi ketegangan antara kedua bela pihak, yang berimbas pada pecahnya kaca sejumlah mobil aset milik CV SBM. Tak terima pihak perusahaan kemudian melaporkan ke pihak kepolisian, akibatnya ada 26 anak adat yang ditahan, 24 sudah dilepas, sedangkan 2 orang masih ditahan, bahkan sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Temuan kedua, kata Kader PPP ini, CV SBM selaku pemegang IUP awalnya diberikan izin oleh Bupati SBT, untuk izin usaha perkebunan, tetapi ternyata di lapangan ditemukan adanya aktifitas penebangan.
"Yang kita temukan dalam on the spot itu salah satunya belum dilaksanakan penanaman, tetapi yang ada aktifitas penebangan. Kalau misi awalnya itu lahan itu dibuka untuk perkebunan sesuai IUP, tetapi dari tinjauan sampai saat ini tidak dilaksanakan pelaksanaan penanaman atau perkebunan itu. Karena disekitar lokasi terdapat banyak kayu, maka perusahaan kemudian meminta izin IPK untuk penembangan dan pemanfaatan hasil hutan kayu," ucapnya.
Selain persoalan di atas, ia mengutarakan, temuan lainnya terkait pemberian upah kepada pekerja yang merupakan masyarakat adat disana, dimana tidak diberikan oleh pihak perusahaan.
"Jadi kita sesalkan disana, ada hak-hak adat yang diabaikan, kemudian masalah sosial lainnya, ada karyawan yang diatas 10 -16 bulan tidak digaji," ungkapnya.
Untuk diketahui, Pemerintah Provinsi Maluku telah mengeluarkan surat penghentian penembangan CV Sumber Berkat Makmur (SBM) di Sabuai, Kabupaten SBT.
Penghentian ini merupakan tindaklanjut dari tuntutan masyarakat (Gerakan Save Sabuai), yang melakukan aksi demonstrasi di Kantor Gubernur Maluku, DPRD Maluku dan Polda Maluku, beberapa waktu lalu.
Surat nomor 522.3/Dishut-Mal/187/2020, tertanggal 24 Febuari 2020, tentang penghentian kegiatan penembangan ditunjukan langsung ke CV SBM, yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Kehutanan Maluku, Sadli Lee.
Surat tersebut dituliskan, menindaklanjuti hasil rapat kerja DPRD Provini Maluku pada Sabtu 22 Febuari 2020, terkait dengan permasalahan yang terjadi di CV Sumber berkat Makmur berdasarkan tuntutan masyarakat (Gerakan Save Sabuai), dengan ini diberitahukan kepada saudara untuk segera menghentikan penebangan sambil menunggu hasil peninjauan lapangan (on the spot) pimpinan dan anggota komisi II DPRD Provinsi Maluku.