AMBON - BERITA MALUKU. Komisi A DPRD Provinsi Maluku mendukung penuh langkah Gubernur Maluku, Murad Ismail yang telah memoratorium kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di Provinsi Maluku, baik berupa ijin Hak Pemanfaatan Hutan (HPH) maupun ijin pertambangan serta kelautan dan perikanan.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Maluku telah memberlakukan moratorium atau penghentian sementara kegiatan operasional perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu–Hutan Alam dan Hutan Tanaman (IUPHHK-HA/HT) berdasarkan Surat Gubernur Maluku Nomor 552/1850 tahun 2019. Moratorium hutan Maluku itu berlaku sampai dengan adanya evaluasi lebih lanjut.
"Alasan-alasannya cukup rasional, dan Pak Gubernur kami lihat, sangat membela hak-hak masyarakatnya di daerah ini. Dan sebagai wakil rakyat yang saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi A, saya memberikan dukungan penuh atas kebijakan itu. Nah, wujud dukungan itu, maka usai sambutan Pak Gubernur saat melantik Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Maluku kemarin, maka kami telah bertemu dengan Ketua DPRD Provinsi Maluku (Edwin Adrian Huwae) dan beberapa anggota DPRD, maka diambil keputusan, hari ini Komisi B menggelar rapat dengan beberapa dinas teknis," kata Ketua Komisi A DPRD Provinsi Maluku, Melkias Frans di ruang Komisi A, Selasa (3/9).
Menurutnya, pengelolaan sumber daya alam yang selama ini berjalan di Provinsi Maluku, tidak memiliki efek domino secara langsung kepada masyarakat dan daerah.
"Mengapa demikian? Karena kita sadari, kita ini bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Konsukwensi NKRI adalah, segala Undang-Undang (UU) atau produk hukum negara itu, wajib ditindaklanjuti di daerah. Tapi praktis, dalam pengelolaan sumber daya alam, nyaris kita masyarakat dan daerah tidak ada asas manfaatnya secara langsung," tegas Frans.
Untuk itu, menurut dia, setelah Komisi B menggelar rapat, maka pihaknya akan mendorong agar DPRD menggelar rapat paripurna, untuk memberikan dukungan kepada Pemerintah Provinsi Maluku dan hal ini Gubernur, untuk memoratorium seluruh sumber daya alam, agar bisa diatur kembali tata kelolahnya, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat dari pengelolaan sumber daya alam tersebut.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Maluku telah memberlakukan moratorium atau penghentian sementara kegiatan operasional perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu–Hutan Alam dan Hutan Tanaman (IUPHHK-HA/HT) berdasarkan Surat Gubernur Maluku Nomor 552/1850 tahun 2019. Moratorium hutan Maluku itu berlaku sampai dengan adanya evaluasi lebih lanjut.
"Alasan-alasannya cukup rasional, dan Pak Gubernur kami lihat, sangat membela hak-hak masyarakatnya di daerah ini. Dan sebagai wakil rakyat yang saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi A, saya memberikan dukungan penuh atas kebijakan itu. Nah, wujud dukungan itu, maka usai sambutan Pak Gubernur saat melantik Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Maluku kemarin, maka kami telah bertemu dengan Ketua DPRD Provinsi Maluku (Edwin Adrian Huwae) dan beberapa anggota DPRD, maka diambil keputusan, hari ini Komisi B menggelar rapat dengan beberapa dinas teknis," kata Ketua Komisi A DPRD Provinsi Maluku, Melkias Frans di ruang Komisi A, Selasa (3/9).
Menurutnya, pengelolaan sumber daya alam yang selama ini berjalan di Provinsi Maluku, tidak memiliki efek domino secara langsung kepada masyarakat dan daerah.
"Mengapa demikian? Karena kita sadari, kita ini bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Konsukwensi NKRI adalah, segala Undang-Undang (UU) atau produk hukum negara itu, wajib ditindaklanjuti di daerah. Tapi praktis, dalam pengelolaan sumber daya alam, nyaris kita masyarakat dan daerah tidak ada asas manfaatnya secara langsung," tegas Frans.
Untuk itu, menurut dia, setelah Komisi B menggelar rapat, maka pihaknya akan mendorong agar DPRD menggelar rapat paripurna, untuk memberikan dukungan kepada Pemerintah Provinsi Maluku dan hal ini Gubernur, untuk memoratorium seluruh sumber daya alam, agar bisa diatur kembali tata kelolahnya, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat dari pengelolaan sumber daya alam tersebut.