MA Berhentikan Hakim dan Panitera yang Kena OTT KPK

Jubir MA Suhadi dan Kabiro Hukum MA Abdullah
Jakarta, Info Breaking News - Pasca OTT yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa, 27 November 2018 di Jakarta, hari ini Kamis, 29 November 2018 Mahkamah Agung (MA) secara resmi memberhentikan sementara 2 hakim dan 1 panitera pengganti. Dalam Surat Keputusan Ketua MA Nomor 253/KMA/SK/XI/2018 dan Nomor 253/KMA/SK/XI/2018 menyatakan memberhentikan sementara dari jabatan negeri Pegawai Negeri Sipil/Hakim atas nama Irwan dan R. Iswahyu Widodo. Keduanya adalah hakim utama muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemberhentian sementara ini terhitung sejak tanggal 27 November 2018.
Selain itu dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Nomor 2085/DJU/SK/KP02.2/11/2018 juga memberhentikan sementara Muhammad Ramadhan, panitera pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang sebelumnya bertugas di  Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Juru bicara MA Suhadi menyatakan bahwa tindakan tersebut ditempuh setelah KPK menaikan status tersangka terhadap tiga orang oknum peradilan tersebut. Sebab, ketiganya diduga menerima suap terkait perkara perdata yang bergulir di PN Jakarta Selatan. Ketiga oknum lembaga peradilan itu kedapatan menerima suap SGD 47 ribu. Suap tersebut berkaitan dengan perkara perdata dengan nomor 262/Pdt.G/2018/PN Jaksel yang sedang ditangani oleh majelis hakim tersebut. Perkara perdata ini terkait pembatalan perjanjian akuisisi PT CLM oleh PT APMR.

Abdullah Menunjukan SK Pemberhentian Kedua Hakim PN Jaksel
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah juga menghimbau kepada masyarakat supaya bisa menjadi sosial kontrol bagi penegakan hukum di Indonesia. "Saya menghimbau kepada masyarakat, advokat, dan teman-teman media ini menjadi mekanisme dan sosial kontrol jalannya penegakan hukum di Indonesia. Setiap adanya suap itu selalu melibatkan pihak luar dalam hal ini principal, lawyer, dan orang internal pengadilan. Pintu gerbang itu selalu panitera pengganti karena hakim tidak bisa disentuh. Bertemu dengan hakim pun tidak boleh. Terlebih sekarang sudah ada PTSP," terang Abdullah.

Terkait dengan pengawasan hakim, Abdullah menambahkan bahwa saat ini jumlah hakim sekitar 7000 orang. "Kalau sistem dan mekanisme pengawasannya sudah sangat ketat, regulasi  pengawasan juga cukup lengkap. Kembali lagi kepada manusianya. 

Kalau manusianya berpotensi seperti itu (menerima suap) sampai kapanpun, dimanapun akan mencari kesempatan," jelas Abdullah. Terlebih H-2 OTT Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sudah datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memberikan arahan. Kemudian H-1 OTT 

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga sudah memanggil para hakim untuk diberikan briefing dan diingatkan, namun tetap saja oknum peradilan tersebut menerima suap." ungkap Abdullah.*** Hoky/Vincent.

Subscribe to receive free email updates: