PGLII Tolak Pemberlakuan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan untuk Umat Kristen



Jakarta, Info Breaking News - Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga Injili Indonesia PGLlI menunjuk penetapan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI) pada rapat paripurna pada Selasa, 16 Oktober 2018 lalu tentangRancangan Undang-Undang Pesantren dan Keagamaan yang secara inisiatif diusulkan oleh DPR RI dan menjadi pembahasan legislasi nasional. 

PGLII menilai bahwa setelah dicermati dan dipelajari, RUU tersebut sangat bertententangan dengan nilai-nilai, pendidikan, peribadatan dan tata kelola dalam kehidupan umat Kristiani.
Menyikapi hal tersebut, Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga Injil Indonesia menyampaikan menolakdiberlakukannya RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan di kalangan umat Kristen.

"Kami tetap menolak kalau RUU berlaku. Pertama, karena RUU ini dibuat tanpa sepengetahuan umat Kristen. Seharusnya mereka itu jangan masuk kamar orang lain. Kalau main, main cantiklah karena ini menyangkut hak asasi manusia , sebab peraturan perihal agama atau keagamaan merupakan bentuk harmoni antara pengakuan atas hak asasi manusia dan keaelamatan Negara," ujar ketua Umum PGLII Pdt Dr. Rony Mandang M.Th  didampingi sekretaris Pdt. Dr Freddy Soenyoto M.Th dikantor PGLII dikawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan, Selasa (30/10/2018).

Ia menilai seharusnya aplikasi hak sekali-kalitidak boleh mengancam eksistensi hak orang lain serta keselamatan kolektif. Sementara, hak untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya adalah hak setiap orang yang tidak dapat dipisahkan oleh apapun (non-derogable rights) sesuai pasal 28E (1) UUD 1945.

Rony menambahkan seharusnya pelaksanaan dari hak tersebut sesuai dengan ketentuan UU yang berlaku. Demikian  juga perihal pendidikan keagamaan, maka acuan utama segala bentuk regulasi adalah UUD 1945 dan UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Maksa, sesuai dengan apa yang disebut di atas tiap agama tersusun dari ajaran dan praktek sehingga sudah menjadihakikat lembaga pendidikanagama untuk sewajarnya menampilkan kedua hal tersebut. Oleh karena itu, definisi pendidikan keagamaan bagi masing-masing lembaga pendidikan agama haruslah sama atau identik demimenjaga dan menjamin terpenuhinya perlindungan atas hakikat agama dan lembaga pendidikan agama.

"Dalam hal ini perlu dipertimbangkan ulang perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam pasal 1.4 dengan pasal 1.8-11. Perbedaan ini jelas tidak kongruen dengan bunyi pasal 30 (1) UU 20/2003 yang dengan jelas mengatakan pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan  menjadi ahli ilmu agama," jelas Pdt. Dr. Rony Mandang MTh. ***Phillipus

Subscribe to receive free email updates: