Jakarta, Infobreakingnews - Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta (Ika UNJ) menyebut narkoba, kekerasan serta paham radikalisme kini kerap menghantui dan menjadi ancaman tersendiri bagi para peserta serta institusi pendidikan di Indonesia.
"Akhir-akhir ini, dunia pendidikan menghadapi tantangan yang semakin tidak ringan. Setidaknya ada tiga ancaman serius dan sangat mengkhawatirkan bagi diri anak didik baik pelajar maupun mahasiswa atau generasi muda kita," ujar Ketua Umum IKA UNJ Juri Ardiantoro di Jakarta, Rabu (2/5/2018).
Mengenai narkoba, pendidikan diklaim memiliki peranan dalam mengatasi penyalahgunaan narkoba. Ironinya, menurut data dari Puslitkes UI dan BNN (2016), terdapat sekitar 27,32 persen pengguna narkoba di Indonesia berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa.
"Kekhawatiran ini menjadi semakin bertambah. Menurut info BNN berdasarkan data yang dikeluarkan dalam World Drugs Report 2016, sejak 2008 sampai 2015 telah terindikasi sebanyak 644 total NPS ataunew psychoactive substances yang dilaporkan oleh 102 negara dan 65 jenis baru ini telah masuk ke Indonesia," ungkapnya.
Selanjutnya, kekerasan juga dinilai seringkali terjadi di institusi pendidikan sebagaimana terungkap dengan adanya berbagai informasi, pemberitaan, tontonan video yang disebarkan secara berantai melalui jaringan media sosial. Menurut dia, kekerasan fisik maupun kekerasan mental ini sudah menjangkit ke pihak-pihak utama dalam institusi pendidikan, baik perorangan maupun kelompok.
"Kekerasan sudah dilakukan oleh antaranak murid, murid kepada guru atau sebaliknya guru kepada murid, orangtua murid dengan anak maupun guru. Ini sudah menunjukkan bahwa pendidikan kita sudah darurat akan kekerasan," tutur pria yang pernah menjabat sebagai Ketua KPU RI tersebut.
Ancaman ketiga, yakni krisis kebangsaan atau radikalisme. Merujuk pada data hasil Survei Alvara Research Center (2018), Juri menyebut telah ditemukan bahwa sebagian milenial atau generasi kelahiran akhir 1980-an dan awal 1990-an setuju pada konsep khilafah sebagai bentuk negara. Survei tersebut dilakukan terhadap 4.200 milenial (1.800 mahasiswa dan 2.400 pelajar SMA di Indonesia).
Mayoritas memang memilih Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bentuk negara. Namun, ada 17,8 persen mahasiswa dan 18,4 persen pelajar lainnya yang setuju khilafah sebagai bentuk negara ideal sebuah negara.
Di tahun sebelumnya, survei BIN tahun 2017 memperoleh data bahwa 24 persen mahasiswa dan 23,3 persen pelajar SMA setuju dengan jihad untuk tegaknya negara Islam.
"Angka-angka persentase pelajar dan mahasiswa memang sebagian kecil dari keseluruhan, tapi tidak boleh dibaca jumlah yang kecil. Sebab, baik narkoba, keerasan dan paham anti kebangsaan Indonesia telah berkembang sangat signifikan," ujar Juri.
"Kita tidak ingin generasi Indonesia yang akan datang adalah generasi yang tidak memiliki kepasitas mumpuni untuk menyiapkan diri menghadapi berbagai perubahan yang cepat dan gagap dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia yang indah ini," tambahnya. ***Rina Triana