Jakarta, Info Breaking News - Pemerintah diminta jangan ragu untuk menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis premium. Penghapusan tersebut dianggap mendesak, karena Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah menerbitkan Permen Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N, dan Kategori O. Dengan demikian, pemerintah tidak bisa menerapkan kebijakan yang bertentangan dengan peraturan tersebut.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman di Jakarta, Senin (21/5). Menurut dia, pemerintah seharusnya fokus dan memprioritaskan hak hidup masyarakat untuk mendapatkan kondisi kesehatan yang baik.
Jika pemerintah tegas menghapus premium, kata Yusri, maka tidak akan memunculkan gejolak di masyarakat. Yang terpenting, ujarnya, pemerintah secara simultan harus memberi edukasi mengenai bahaya BBM beroktan rendah tersebut.
Faktanya, kata dia, masyarakat pun sebenarnya sudah terbiasa membeli BBM di tingkat eceran yang harganya jauh lebih mahal. Bahkan, di Papua, sebelum pemerintah menerapkan program BBM satu harga, masyarakat setempat juga sudah membeli BBM dengan harga mencapai Rp 60.000 hingga Rp 100.000 per liter.
"Artinya, jika pemerintah tegas menghapus premium, sebenarnya tidak akan berdampak besar pada masyarakat," kata dia. Menurutnya, sikap pemerintah yang memberi keleluasaan pada premium justru berdampak buruk pada masyarakat. Kebijakan tersebut seakan-akan membantu meringankan beban ekonomi, namun sesungguhnya bisa membunuh rakyat dalam jangka panjang.
"Premium ini seperti meracuni rakyat, karena bisa menyebabkan kanker dan kematian. Yang paling terdampak adalah rakyat kecil, termasuk pedagang kaki lima. Mereka di pinggir jalan tidak di dalam mobil ber-AC, tidak masuk gedung atau mal, seperti orang kaya. Kalau sudah terkena, mereka juga susah untuk berobat," kata Yusri.
Dikatakan, kerugian akibat emisi karbon premium memang sangat besar. Di Jakarta saja, pada 2016, biaya pengobatan penyakit karena pencemaran udara sudah mencapai Rp 51,2 triliun. Sementara, dilihat dari jumlah penduduk yang terpapar penyakit akibat buruknya kualitas udara sudah mencapai 58,3%.
Ironisnya, kebijakan saat ini justru melanggengkan keberadaan premium. Padahal, ujar Yusri, tidak ada lagi negara di dunia yang menggunakan BBM RON rendah, kecuali Indonesia. Bahkan, di Asia Tenggara, Vietnam dan Filipina pun telah menghentikan peredaran BBM di bawah RON 90. Dalam hal ini, Indonesia adalah negara paling tertinggal di dunia.*** Mil.