BERITA MALUKU. Tindakan penghentian penyidikan terhadap lima komisioner KPU Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang sudah berstatus tersangka harus dilaporkan ke Kapolri dan Kompolnas RI.
"Langkah penghentian penyidikan oleh Polres MTB ini merupakan sebuah pelanggaran berat terhadap demokrasi yang justru menciptakan instabilitas di kawasan perbatasan," kata calon Bupati MTB, Dharma Oratmangun di Ambon, Senin (1/5/2017).
Kinerja dari Polres MTB juga harus menjadi catatan serius karena mereka bertanggungjawab atas keamanan dan ketertiban masyarakat.
Jadi celakanya, kata Dharma, instabilitas itu bukan diciptakan oleh kelompok masyarakat atau gerakan separatis, tetapi justru institusi Polri yang sendiri menciptakannya secara tidak langsung.
"Saya harap ini menjadi catatan penting dan harus dilaporkan sampai ke Kapolri maupun Kompolnas RI," tandasnya.
Selain itu harus diungkap secara transparan ke masyarakat bahwa KPU MTB menskenariokan pembuatan tiga versi DPT, karena yang diputuskan tanggal 6 Desember 2016 ternyata berbeda dengan yang ada di KPPS maupun yang ditempelkan pada setiap TPS.
Diperkirakan sekitar 16.000 calon pemilih yang dikebiri hak-haknya dengan melakukan cara seperti ini, padahal UU Pemilu sudah jelas melarangnya.
Menurut dia, sidang DKPP sudah berlangsung di Bawaslu Maluku dan berbagai persoalan ini telah diungkapkan termasuk ada komisioner KPU yang mendapat SK sebagai pengurus Partai Demokrat.
Ini pelanggaran berat yang terstruktur dan luput dari perhatian masyarakat serta penegak hukum, dan majelis hakim sudah minta pembuktikan SK pengurus parpol sehingga telah dilakukan pengecekan.
Dokumen SK ini justru dilampirkan pada saat penetapan bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah MTB.
"Makanya kami juga melaporkan ke DPRD tentang dugaan perbuatan kejahatan demokrasi yang dilakukan oknum-oknum lembaga penyelenggara pemilu di Kabupaten MTB sekaligus dengan kinerja kepolisian yang menghentikan penyidikan lima komisioner KPU yang telah ditetapkan sebagai tersangka," jelas Dharma.
Karena ada sejumlah kejadian yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan demokrasi yang terstruktur, apalagi ini dilakukan di kawasan perbatasan yang harus dijaga stabilitas politik dan keamanannya.
"Sehingga saya datang ke DPRD Maluku Cq komisi A menyampaikan surat resmi untuk menindaklanjutinya dengan mengahdirkan Polda, Polres, KPU provinsi serta Bawaslu dan Panwas Kabupaten MTB guna membicarakan pelaksanaan pilkada MTB yang masih menyimpan soal," katanya.
Ini bukan soal kalah dan memang tetapi ada substansi menyangkut hak-hak konstitusi dari rakyat yang diabaikan oleh negara melalui lembaga-lembaga penyelenggara dan ini kejahatan besar yang harus diungkap sampai ke akarnya.
Apalagi sudah ada putusan pengadilan tentang politik uang yang dilakukan tim pemenangan paslon Fatwa dan sudah terbukti di PN Saumlaki, Kabupaten MTB.
Karena para pelaku yang punya kaitan dengan tim pemenangan dan salah satunya anggota KPPS atas nama Anthony Miru telah divonis tiga tahun penjara serta denda Rp120.
"Langkah penghentian penyidikan oleh Polres MTB ini merupakan sebuah pelanggaran berat terhadap demokrasi yang justru menciptakan instabilitas di kawasan perbatasan," kata calon Bupati MTB, Dharma Oratmangun di Ambon, Senin (1/5/2017).
Kinerja dari Polres MTB juga harus menjadi catatan serius karena mereka bertanggungjawab atas keamanan dan ketertiban masyarakat.
Jadi celakanya, kata Dharma, instabilitas itu bukan diciptakan oleh kelompok masyarakat atau gerakan separatis, tetapi justru institusi Polri yang sendiri menciptakannya secara tidak langsung.
"Saya harap ini menjadi catatan penting dan harus dilaporkan sampai ke Kapolri maupun Kompolnas RI," tandasnya.
Selain itu harus diungkap secara transparan ke masyarakat bahwa KPU MTB menskenariokan pembuatan tiga versi DPT, karena yang diputuskan tanggal 6 Desember 2016 ternyata berbeda dengan yang ada di KPPS maupun yang ditempelkan pada setiap TPS.
Diperkirakan sekitar 16.000 calon pemilih yang dikebiri hak-haknya dengan melakukan cara seperti ini, padahal UU Pemilu sudah jelas melarangnya.
Menurut dia, sidang DKPP sudah berlangsung di Bawaslu Maluku dan berbagai persoalan ini telah diungkapkan termasuk ada komisioner KPU yang mendapat SK sebagai pengurus Partai Demokrat.
Ini pelanggaran berat yang terstruktur dan luput dari perhatian masyarakat serta penegak hukum, dan majelis hakim sudah minta pembuktikan SK pengurus parpol sehingga telah dilakukan pengecekan.
Dokumen SK ini justru dilampirkan pada saat penetapan bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah MTB.
"Makanya kami juga melaporkan ke DPRD tentang dugaan perbuatan kejahatan demokrasi yang dilakukan oknum-oknum lembaga penyelenggara pemilu di Kabupaten MTB sekaligus dengan kinerja kepolisian yang menghentikan penyidikan lima komisioner KPU yang telah ditetapkan sebagai tersangka," jelas Dharma.
Karena ada sejumlah kejadian yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan demokrasi yang terstruktur, apalagi ini dilakukan di kawasan perbatasan yang harus dijaga stabilitas politik dan keamanannya.
"Sehingga saya datang ke DPRD Maluku Cq komisi A menyampaikan surat resmi untuk menindaklanjutinya dengan mengahdirkan Polda, Polres, KPU provinsi serta Bawaslu dan Panwas Kabupaten MTB guna membicarakan pelaksanaan pilkada MTB yang masih menyimpan soal," katanya.
Ini bukan soal kalah dan memang tetapi ada substansi menyangkut hak-hak konstitusi dari rakyat yang diabaikan oleh negara melalui lembaga-lembaga penyelenggara dan ini kejahatan besar yang harus diungkap sampai ke akarnya.
Apalagi sudah ada putusan pengadilan tentang politik uang yang dilakukan tim pemenangan paslon Fatwa dan sudah terbukti di PN Saumlaki, Kabupaten MTB.
Karena para pelaku yang punya kaitan dengan tim pemenangan dan salah satunya anggota KPPS atas nama Anthony Miru telah divonis tiga tahun penjara serta denda Rp120.