Nasional ~ JAKARTA - Penyidik Bareskrim Polri menahan Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka (UHAMKA) Alfian Tanjung setelah diperiksa sebagai tersangka.
Alfian diduga melakukan fitnah dan pencemaran nama baik dengan mengungkit Partai Komunis Indonesia dalam ceramahnya.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan, Alfian ditahan sejak Selasa (30/5/2017).
"Yang bersangkutan ditahan sejak hari ini," ujar Martinus, saat dikonfirmasi.
Alfian dilaporkan oleh seorang warga Surabaya, Jawa Timur, bernama Sujatmiko lantaran memberikan ceramah dengan materi tentang PKI.
Saat itu, dia tengah berceramah di Masjid Mujahidin, Surabaya.
Martinus mengatakan, penahanan Alfian merupakan pertimbangan objektif dan subjektif penyidik.
"Penahanan sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang," kata Martinus.
Alfian sebelumnya dilaporkan oleh Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki karena menyebut Teten adalah kader PKI.
Ia juga mengatakan bahwa gedung Kantor Staf Presiden yang terletak di Gedung Binagraha, Kompleks Istana Presiden, sering dijadikan tempat rapat PKI oleh Teten dan kawan-kawannya.
Alfian mengaku punya bukti atas tuduhannya tersebut. Ia siap membuktikannya di depan penyidik.
"Siap bisa. PKI bangkit itu the real is come back," ujar Alfian saat ditemui di kantor Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2017).
Selain itu, Alfian juga dilaporkan ke Polda Metro Jaya karena menyebut kader PDI-P dan orang dekat Presiden Joko Widodo adalah PKI.
Dalam akun Twitternya, Alfian menulis bahwa sebanyak 85 persen kader PDI-P merupakan kader PKI.
Alfian juga sempat menyebut Anggota Dewan Pers Nezar Patria sebagai kader PKI. Nezar langsung melayangkan somasi.
Setelah menerima surat teguran tersebut, Alfian mengaku salah dan keliru dengan menyebut Nezar sebagai kader PKI saat berceramah di beberapa komunitas pengajian.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menegaskan, Pancasila merupakan satu-satunya ideologi di Indonesia.
Oleh sebab itu, jika ada organisasi masyarakat yang ingin keluar atau mengganggu ideologi Pancasila serta pilar negara yang lain, yakni UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, dianggap bertentangan dengan hal yang sangat fundamental bagi bangsa Indonesia.
Jokowi pun memastikan, negara tidak akan diam dalam menghadapi gerakan-gerakan yang merongrong tersebut.
"Kalau ada ormas yang seperti itu, ya kita gebuk," kata Jokowi.
Tidak hanya yang anti-Pancasila, bahkan negara juga akan 'menggebuk' ormas yang berhaluan komunis.
Hal itu diatur dalam Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 yang menyatakan bahwa Partai Komunis Indonesia adalah organisasi terlarang.
"Ya kita gebuk, kita tendang, sudah jelas itu. Jangan ditanyakan lagi. Jangan ditanyakan lagi. Payung hukumnya jelas, TAP MPRS," ujar Jokowi.