BERITA MALUKU. Penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku belum melakukan penahanan terhadap Zadrak Ayal, tersangka dugaan korupsi dana pengadaan lahan pada Balai Pelaksanan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku-Maluku Utara tahun anggaran 2015 senilai Rp3 miliar.
"Zadrak Ayal diperiksa dari pukul 13.00 WIT hingga 18.00 WIT oleh jaksa penyidik Irkham Ohoiulun dengan 50 pertanyaan tetapi belum ada proses penahanan terhadap dirinya," kata Kasie Penkum dan Humas Kejati Maluku, Sammy Sapulete di Ambon, Selasa kemarin.
Tersangka awalnya dipanggi jaksa pada tanggal 7 Februari 2017 kemarin tetapi tidak hadir tanpa adanya keterangan yang jelas, namun hari ini Zadrak didampingi tim kuasa hukumnya sudah memenuhi panggilan tim penyidik Kejati Maluku dikoordinir Jonathan Kainama.
Menurut Sammy, untuk mengungkap kasus dugaan korupsi pengadaan lahan seluas 4.485 meter persegi di Desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon, kejati akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta untuk meminta keterangan Amran H. Mustary.
"Amran saat itu menjabat Kepala BPJN IX Wilayah Maluku-Malut dan saat ini masih brstatus sebagai tahanan KPK dalam perkara dugaan suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat," kata Sammy.
Sementara kuasa hukum Zadrak, Jonathan Kainama mengatakan kliennya menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan penyidik dengan baik selama dalam proses pemeriksaan.
"Soal materi tidak bisa bicara lebih jauh tetapi dari konstruksi kasus ini, tim penasihat hukum melihat klien telah melakukan sesuatu sesuai kapasitasnya," jelas Jonathan, Menurut dia, persepsi jaksa bahwa ada dugaan perbuatan korupsi itu merupakan kewenangan mereka dan penasigat hukum tetap berada dalam persepsi yang lain.
"Jadi secara garis besar ini yang bisa disampaikan penasihat hukum dan kemungkinan masih ada materi pertanyaan lain yang disampaikan penyidik dalam pemeriksaan pekan depan," katanya.
Zadrak juga mengenal penjual lahan, karena prosesnya dari bertanya-tanya lalu ada pertemuan.
Dalam tahun anggaran 2015, BPJN IX Maluku-Malut mendapatkan alokasi dana Rp3 miliar untuk pengadaan lahan seluas 4.485 meter persegi di Desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon.
Saat itu tersangka menjabat sebagai Kepala Tata Usaha BPJN setempat dan dipercayakan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek tersebut.
Setelah melalui proses penyelidikan awal dan dilakukan ekspos perkara, Kejati Maluku akhirnya menetapkan Zadrak sebagai tersangka pada tanggal 26 Januari 2017.
Kejati Maluku juga akan berkoordinasi dengan BPKP RI Perwakilan Maluku untuk melakukan audit investigasi atas proyek yang diduga bermasalah tersebut agar bisa mengetahui secara pasti seberapa besar nilai kerugian keuangan negara dalam perkara ini.
"Zadrak Ayal diperiksa dari pukul 13.00 WIT hingga 18.00 WIT oleh jaksa penyidik Irkham Ohoiulun dengan 50 pertanyaan tetapi belum ada proses penahanan terhadap dirinya," kata Kasie Penkum dan Humas Kejati Maluku, Sammy Sapulete di Ambon, Selasa kemarin.
Tersangka awalnya dipanggi jaksa pada tanggal 7 Februari 2017 kemarin tetapi tidak hadir tanpa adanya keterangan yang jelas, namun hari ini Zadrak didampingi tim kuasa hukumnya sudah memenuhi panggilan tim penyidik Kejati Maluku dikoordinir Jonathan Kainama.
Menurut Sammy, untuk mengungkap kasus dugaan korupsi pengadaan lahan seluas 4.485 meter persegi di Desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon, kejati akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta untuk meminta keterangan Amran H. Mustary.
"Amran saat itu menjabat Kepala BPJN IX Wilayah Maluku-Malut dan saat ini masih brstatus sebagai tahanan KPK dalam perkara dugaan suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat," kata Sammy.
Sementara kuasa hukum Zadrak, Jonathan Kainama mengatakan kliennya menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan penyidik dengan baik selama dalam proses pemeriksaan.
"Soal materi tidak bisa bicara lebih jauh tetapi dari konstruksi kasus ini, tim penasihat hukum melihat klien telah melakukan sesuatu sesuai kapasitasnya," jelas Jonathan, Menurut dia, persepsi jaksa bahwa ada dugaan perbuatan korupsi itu merupakan kewenangan mereka dan penasigat hukum tetap berada dalam persepsi yang lain.
"Jadi secara garis besar ini yang bisa disampaikan penasihat hukum dan kemungkinan masih ada materi pertanyaan lain yang disampaikan penyidik dalam pemeriksaan pekan depan," katanya.
Zadrak juga mengenal penjual lahan, karena prosesnya dari bertanya-tanya lalu ada pertemuan.
Dalam tahun anggaran 2015, BPJN IX Maluku-Malut mendapatkan alokasi dana Rp3 miliar untuk pengadaan lahan seluas 4.485 meter persegi di Desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon.
Saat itu tersangka menjabat sebagai Kepala Tata Usaha BPJN setempat dan dipercayakan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek tersebut.
Setelah melalui proses penyelidikan awal dan dilakukan ekspos perkara, Kejati Maluku akhirnya menetapkan Zadrak sebagai tersangka pada tanggal 26 Januari 2017.
Kejati Maluku juga akan berkoordinasi dengan BPKP RI Perwakilan Maluku untuk melakukan audit investigasi atas proyek yang diduga bermasalah tersebut agar bisa mengetahui secara pasti seberapa besar nilai kerugian keuangan negara dalam perkara ini.