KPK Siap Menerkam Hasil Audit BPKP Soal 34 Proyek Mangkrak, Negara Rugi Rp 3,76 Triliun!

Jakarta, Lensaberita.Net - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menunggu laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebelum menyelidiki perkara dugaan korupsi dalam proyek pembangkit listrik pada era Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, terdapat lebih dari 36 proyek yang dilaporkan ke KPK.

"Proyek mangkrak itu sekarang masih di dalam tahap diaudit oleh BPKP," ujar Agus di Gedung KPK Jakarta, Jumat (10/2).

Menurut Agus, laporan itu tidak secara resmi dilaporkan pemerintah, tapi banyak pihak yang membuat laporan ke KPK.

Agus mengatakan, laporan yang diterima dari BPKP akan ditelusuri apakah ada indikasi korupsi.

Proyek yang diduga merugikan keuangan negara itu adalah proyek pengadaan 7.000 megawatt yang didasari Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010.

Sekretaris Negara Pramono Anung, November tahun lalu menuturkan, proyek itu tak tuntas. 

BPKP, lanjut Pramono, juga menemukan adanya uang negara keluar untuk pembayaran 34 proyek dari 7.000 megawatt itu, yakni sebanyak Rp 4,94 triliun. 

Dari 34 proyek, sebanyak 12 proyek dipastikan tak bisa dilanjutkan dan berpotensi kerugian negara senilai Rp 3,76 triliun. 

Pramono enggan menyebut berapa kerugian negara dari mangkraknya 12 proyek di era Presiden Susilo Bambang Yudhyono itu. Ia mengatakan, hal itu merupakan wewenang BPKP.

Selain itu, sebanyak 22 proyek listrik sisanya, dilaporkan bisa dilanjutkan. Namun, kelanjutan 22 proyek itu membutuhkan tambahan biaya baru sebesar Rp 4,68 hingga Rp 7,25 triliun.

Di Maluku

Pada Kamis (9/2), Presiden Joko Widodo mengecek langsung keberadaan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Waai Ambon yang mangkrak di Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

Dikutip dari harian Kompas, Jokowi menyayangkan di tengah kondisi krisis listrik di Provinsi Maluku, ada proyek pembangkit listrik yang mangkrak selama bertahun-tahun.

Di lokasi proyek, Presiden terlibat diskusi serius dengan sejumlah menteri, di antaranya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan.

"Kebutuhan listrik di Maluku sangat mendesak. Saya telah menerima informasi itu. Memang pemerintah berencana membangun pembangkit listrik, tetapi mangkrak," kata Presiden di lokasi proyek.

Selain kabar dari masyarakat, keluhan yang sama juga diterima Presiden dari unsur pimpinan serta anggota DPRD Maluku dan Kota Ambon, sehari sebelumnya.

"Tadi malam saya diskusi dengan mereka. Saya mendapat keluhan mengenai listrik yang kapasitasnya kurang," katanya.

Pembangkit tersebut, menurut Presiden, bagian dari 34 proyek berkapasitas 621,8 megawatt (MW) yang mangkrak. Proyek itu tersebar mulai dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Maluku, hingga Papua.

Khusus PLTU Waai Ambon, laporan audit BPKP menyebutkan, proyek dengan nilai kontrak Rp 219,23 miliar dan 25,09 juta dollar Amerika Serikat itu dihentikan sejak 25 Februari 2014. Sementara performance security sudah kedaluwarsa sejak 23 Oktober 2013 dan tidak diperpanjang lagi.

Kemajuan fisik pembangunan proyek PLTU Waai sebenarnya sudah mencapai 66,79 persen dengan realisasi pembayaran Rp 126,24 miliar dan 19,99 juta dollar AS.

PLTU Waai semula direncanakan untuk menggantikan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan memperkuat sistem kelistrikan di Maluku yang beban puncaknya mencapai 54 MW.

Menurut informasi, proyek tidak dapat dilanjutkan karena rekanan terlilit masalah keuangan. Anggaran untuk penyelesaian pembangkit berkapasitas 2 x 15 MW itu sekitar Rp 800 miliar. [src/trc/kompas.com]

Subscribe to receive free email updates: