Hari Ini Polri Umumkan Status Hukum Ahok

JAKARTA - Selama 10 jam lebih, Badan Reserse Kriminal Polri mengadakan gelar perkara kasus dugaan penistaan agama dengan terlapor Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama, Selasa (15/11).

Hasil paparan dalam gelar perkara itu akan menjadi penentu putusan penyidik yang menurut rencana diumumkan, Rabu (16/11). Apa pun keputusan penyidik, semua pihak diimbau menghormati. Harapan tersebut antara lain disampaikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Ketua DPR Ade Komarudin. "Saya pikir seluruh masyarakat Indonesia semakin dewasa. Jadi itulah cara kita untuk menyelesaikan masalah dan itu merupakan cara masyarakat yang beradab di negara kita," kata Lukman.

Menteri Agama percaya umat Islam bisa menahan diri untuk tidak bertindak gegabah terkait kasus yang menyangkut Ahok. "Karena proses hukumlah yang harus mengadili ini, bukan cara sepihak yang main hakim sendiri. Saya sangat percaya, umat Islam Indonesia percaya betul akan hal ini," katanya.

Hal senada dikatakan Ade Komarudin. ''Kita ingin negara ini, (jika) ada masalah dalam demokrasi harus selesaikan secara hukum. Walaupun penegakan hukum belum begitu baik, kita harus menghormati apa pun keputusannya,'' kata Akom usai menemui perwakilan Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB) di Gedung DPR.

Dia meminta masyarakat mempercayai gelar perkara yang dilakukan Polri. Apa pun hasilnya, warga Indonesia diharapkan tetap mewujudkan perdamaian. "Apa pun hasilnya, persatuan nasional tetap harus terjaga. Jangan korbankan negeri ini, tolong penegak hukum juga selami rasa keadilan masyarakat." Kepala BareskrimPolri Komjen Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, penyidik akan membuat kesimpulan hasil penyelidikan kasus yang memantik unjuk rasa ribuan orang pada 4 November itu. Kesimpulan tersebut adalah apakah penyelidikan telah atau tidak menemukan unsur pidana dalam pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu tentang Surat Al-Maidah ayat 51.

Apabila penyidik menemukan unsur pidana, maka status penyelidikan ditingkatkan menjadi penyidikan dan Ahok akan menjadi tersangka. Sebaliknya, jika tidak ditemukan unsur pidana, maka penyelidikan dihentikan. Kemarin, tidak semua saksi dan ahli yang telah dimintai keterangan diundang dalam gelar perkara di Mabes Polri. Demikian pula tidak semua pelapor diundang karena keterbatasan tempat. Dari 13 pelapor, polisi hanya mengizinkan lima pelapor mengikuti gelar perkara terbatas tersebut. Mereka dianggap sudah mewakili karena substansi yang dilaporkan sama. Masing-masing pihak diberi kesempatan menambahkan keterangan dan pendapatnya masing-masing.

Menurut rencana, pihak pelapor akan melengkapi sejumlah dokumen. Namun, Ari yang memimpin gelar perkara itu mengaku tidak mengetahui isi dokumen tersebut. Menurutnya, penyelidik akan mempertimbangkan semua hasil penyelidikan, termasuk gelar perkara, keterangan saksi, keterangan Ahok, dan keterangan ahli. Ari menjelaskan, gelar perkara terbuka terbatas tersebut digelar untuk memenuhi harapan masyarakat, meskipun sebenarnya tidak lazim dilakukan oleh Bareskrim. Terlapor Ahok tidak hadir dalam gelar perkara tersebut.

Dia memilih tetap berkampanye untuk menghadapi Pilgub DKI. Kuasa hukum Ahok batal menghadirkan ahli agama dari Mesir. Namun, Bareskrim tidak mengetahui alasan pembatalan itu. "Beliau tidak dapat hadir karena keluarganya sakit. Bagi kami tidak masalah. Ahli kami sudah banyak yang diperiksa. Ahli pidana, agama, dan ahli bahasa," ujar pengacara Ahok, Sirra Prayuna.

Sesuai Mekanisme

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar berharap masyarakat mempercayakan sepenuhnya kepada Polri penanganan perkara tersebut, apa pun kesimpulan dari hasil penyelidikan. Sebab, Polri telah melakukan penyelidikan sesuai dengan mekanisme. "Berpikir positif saja, tidak ada sesuatu yang disembunyikan oleh Polri." Boy mengakui, gelar perkara adalah tahap penyelidikan tidak lazim dilakukan oleh Polri. Semestinya, Polri tidak perlu meminta pendapat ahli ataupun saksi dari pihak terlapor.

Adapun saksi ataupun ahli yang meringankan hanya bisa diajukan dalam tahap penyidikan oleh tersangka. Sementara dalam penyelidikan kali ini, Bareskrim memenuhi permintaan terlapor untuk memeriksa saksi dan ahli meringankan. Di Bandung, Presiden Jokowi menyatakan percaya sepenuhnya kepada Polri untuk menangani kasus ini. Dia yakin Polri melakukan tugas tersebut dengan kaidah yang profesional. Hal tersebut dikatakan Jokowi di sela-sela kunjungan ke Mako Korps Pasukan Khas TNI AU di Lanud Sulaiman, Kabupaten Bandung. "Saya serahkan penuh pada Polri, karena saya percaya Polri bekerja profesional," tandasnya.

Ketua Lakpesdam PBNU Rumadi menilai penegakan hukum kasus penodaan agama di Indonesia berbahaya bagi penegakan hukum itu sendiri. Sebab, faktanya penegakan hukum kasus tersebut sering mengikuti selera masyarakat. "Saya katakan berbahaya, karena di Indonesia sejak zaman dulu hingga sekarang penegakan hukum terkait penodaan dan penistaan agama itu selalu subjektif.

Aparat penegak hukum biasanya lebih mengikuti selera dan tuntutan masyarakat yang mempermasalahkan itu," kata Rumadi dalam diskusi bertema Penodaan Agama dan Ujaran Kebencian dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, di Hotel Sofyan Inn, Jakarta, kemarin.

Menurut pria asal Jepara tersebut, kasus penodaan agama kali pertama dilakukan pada buku "Langit Makin Mendung" karya Ki Pandjikusmin yang dimuat di majalah Sastra pada 8 Agustus 1968. Yang menarik, dalam upaya menyembunyikan sosok di balik Ki Pandjikusmin tersebut, sastrawan HB Jassin selaku redaktur majalah Sastraakhirnya dibawa ke pengadilan dan dijebloskan ke penjara selama dua tahun oleh pemerintahan Orde Baru. Kasus Lia Eden, kata Rumadi, juga karena tuntutan publik.

Mengenai kasus Ahok, Rumadi menilai sampai dilakukan gelar perkara semiterbuka juga akibat tekanan masyarakat. Yang dikhawatirkan adalah bila penegak hukum memilih mencari aman dengan memutus kasus sesuai dengan kehendak publik, bukan atas dasar salah atau tidak seseorang. (sm/ant)

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :