Tidak Patuh Kejati Jatim Tidak Lapor LHKPN ; Copot Maruli !

NASIONAL – Menjadi sorotan banyak pihak atas Ketidakpatuhan Kajati Jatim Maruli Hutagalung dalam melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Desekan agar Maruli dicopot dari jabatannya pun semakin menguat, ditambah, dia juga diduga menerima suap dari mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.

Tidak Patuh Kejati Jatim Tidak Lapor LHKPN ; Copot Maruli !
Pakar Pencucian Uang Yenti Garnasih menyatakan, menyerahkan laporan harta kekayaan penyelanggara negara (LHKPN) kepada KPK wajib hukumnya bagi pejabat negara. Baik ketika dia baru menjabat dan ketika meletakkan jabatannya. "Ketika dilantik jabatan baru dia harus lapor. Saat selesai tugas, dia juga harus lapor. Dari situ akan diketahui berapa nilai harta kekayaannya selama menjabat," terang dia.
Apakah orang yang tidak lapor LHKPN ada kemungkinan sengaja menyembunyikan nilai hartanya? Menurut dosen fakultas hukum Universitas Trisakti itu, ada banyak faktor kenapa pejabat tidak melaporkan hartanya. Mungkin dia malas, kesulitan mengisi, dan bisa saja memang dia sengaja menyembunyikan hartanya.

Namun, kata dia, tidak bisa secara langsung dikatakan harta itu diperoleh secara tidak benar. Jadi, butuh penelusuran untuk memastikan apakah harta itu didapat secara benar atau hasil dari kejahatan. Menurut dia, aturan LHKPN setengah hati. Pejabat negara diwajibkan menyerahkan laporan harta kekayaan, tapi tidak diikuti dengan pemberian sanksi.

Ketika ada penyelenggara negara yang tidak menyerahkan LHKPN, dia dibiarkan saja. Tidak ada sanksi bagi yang melanggar. Terkait dengan kasus Maruli, lanjut Yenti, sebagai pejabat negara seharusnya dia melaporkan harta kekayaannya. Apalagi sejak 2013 mantan direktur penyidikan Jampidsus Kejagung itu tidak pernah melaporkan harta kekayaannya.

Menurut dia, sudah saatnya ada perubahan dalam aturan LHKPN. Dia pun mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo agar ada sanksi tegas bagi pejabat yang tidak lapor harta mereka. Salah satunya sanksi administratif. Jika pejabat itu diketahui tidak melapor, maka dia bisa dicopot dari jabatannya, karena dianggap tidak patuh dan tidak layak menduduki jabatan strategis.

Penerapan sanksi itu bisa dimasukkan dalam paket kebijakan reformasi hukum yang sekarang sedang digodok pemerintah. "Sanksi bagi tidak melapor sangat penting agar pejabat patuh melapor," papar dia seperti dikutip Jawa Pos (Radar Cirebon Group) kemarin (29/10/2016)kemarin.

Sebenarnya, sudah lama dia mengusulkan sanksi. Sejak Abraham Samad menjabat sebagai ketua KPK, dia sudah pernah mengusulkan. Bahkan, usulan itu sudah dibahas dengan KPK. Tapi setelah itu, tidak ada lagi tindak lanjutnya. Dia berharap, kali ini usulan itu bisa diterima dan diterapkan. Kalau ada yang tidak melapor, maka harus siap-siap kehilangan jabatannya.

Doktor pencucian uang dari Universitas Indonesia itu menyatakan, setiap pejabat harus jujur dalam melaporkan LHKPN. Mereka juga harus menyertakan materai dalam laporannya. Hal itu bisa menjadi bukti kalau mereka jujur dalam melaporkan. Jika suatu saat pejabat itu diketahui tidak melaporkan hartanya secara jujur, maka surat bermaterai itu bisa menjadi bukti awal. Kasus itu bisa masuk pidana. "Itu sama saja dengan melakukan kebohongan. Membuat surat palsu. Bisa dipidana," terang dia.

Selama ini, kata dia, KPK tidak bisa memastikan apakah harta yang dilaporkan itu sudah sesuai dengan kenyataan. Apakah para pejabat sudah jujur dalam melaporkan. Tidak ada mekanisme bagaimana mengecek kebenaran laporan itu. Jadi, bisa saja para pelapor tidak jujur. Maka, surat laporan harus disertai materai.

(Radar/WD)

Subscribe to receive free email updates: