Ketua SBMI Hongkong, Elis, mengatakan bahwa Buruh migran Hong Kong dibebankan biaya penempatan sebesar Rp 14,7 juta dan harus membayar 24 sampai Rp33 juta rupiah melalui cicilan potongan gaji, baik buruh migran pemula ataupun yang eks.
"Berdasarkan data kasus yang masuk, ditemukan fakta bahwa 41,7% potongan gajinya sebesar HKD 2145/bulan, 33,3% potongan gajinya sebesar HKD 3500/bulan, 16,7% potongan gajinya sebesar HKD 2596, dan 8,3% potongan gajinya antara HKD 3000-3500. Selain potongan gaji itu ada potongan gaji tambahan yang besarannya bervariasi 596, 720, 900 HKD selama 3 bulan," Ungkapnya Minggu (30/10/2016).
Pihaknya mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan oleh Kepala BNP2TKI untuk mengakhiri praktik overcharging, mulai dari pemberian sanksi tunda layan kepada 26 PPTKIS, memberikan tekanan dan akan merekomendasikan pencabutan Surat Ijin Pelaksana Penempatan TKI (SIPPTKI) kepada Menteri Ketenagakerjaan.
"Statement Nusron Wahid pada tanggal 27/10/2016 di ruang meeting BNP2TKI, PPTKIS pelaku overcharging akan direkomendasikan kepada Kementerian Ketenagakerjaan untuk di cabut SIPPTKInya, ini langkah real dari BNP2TKI yang kami apresiasi" Tandasnya.
Senada, Ketua Umum SBMI, Hariyanto,menambahkan jika praktik overcharging ini sudah sangat lama terjadi dari sejak UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri diterbitkan.
"Maka pemerintah harus tegas menghentikan praktik yang melilit buruh migran ini, " Imbuhnya.
Masih dikatakan Heriyanto, berdasarkan pasal 12 Peraturan Menteri No 17/2012 tentang Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, telah diatur bahwa PPTKIS pelaku overcharging sanksinya adalah ditutup.
Sementara itu, Ketua DPC SBMI Indramayu, Juwarih, menuturkan jika selama ini CTKI tidak dilibatkan untuk menandatangani dalam perjanian kredit dari pihak perbankan yang bekerjasama dengan PJTKI.
"Dasarnya hanya MoU antara PJTKI dengan pihak Perbankan namun yang menanggung beban adalah TKI. Artinya yang mendapat sanksi itu bukan hanya PJTKI/PPTKIS saja," Paparnya.
Perbankan juga yang bekerjasama dengan pihak PPTKIS yang sudah melakukan praktek overcharging harus diperiksa oleh pihak OJK. Sehingga kedepan pinjaman untuk biaya penempatan TKI melalui program KUR TKI harus diperjelas dan TKI harus paham.
"Karena awal terjadinya praktek overcharging, sebenarnya tidak jelas dan TKI tidak memahami isi Perjanjian Penempatan. Sayangnya banyak PJTKI yang tidak memberikan salinan Perjanjian Penempatan kepada CTKI," Tandasnya.