Berita Metropolitan – Tepat di bawah kolong jembatan Pasupati di Kota Bandung, Sukiman dan Herdi Kujat terlihat sedang mengobrol.
Obrolan mereka pun tidak begitu jelas arahnya, muali dari berbicara masalah dapur sampai dengan peliknya masalah politik di Indonesia.
Tetapi ternyata, momen keakraban para warga yang ada di RW 11 Kelurahan Taman Sari, Kecamatan Bandung Wetan itu terancam tak bisa lagi terlihat karena adanya rencana penggusuran yang dilakukan oleh Ridwan Kamil di sekitar bantaran Sungai Cikapundung tersebut.
Ahok dan Ridwan Kamil.
Waktu ditemui dan ditanyakan soal rencana dari penggusuran tersebut, mereka pun mengaku tak begitu terkejut dengan rencana itu.
Pembangunan bangunan apartemen rakyat di Tamansari memang telah berembus sejak lama namun baru direalisasikan secara nyata di bawah pimpinan Ridwan Kamil.
Sukiman mengatakan bahwa di tahun 2012 kemarin, Pemkot Bandung sudah terjun untuk bisa melakukan sosialisasi kepada para warga.
Rencana tersebut adalah untuk pembangunan rusunawa yang akan dibangun di tanah milik pemerintah yang memang telah beralih fungsi sebagia rumah warga.
"Pernah ada rencana pembangunan rusunawa, tetapi belum ada realisasinya. Dari zaman Pak Dada Rosada sudah ada rencananya. Bahkan pernah ditinjau sama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat saat itu," tukasnya.
Warga minta uang pengganti
Ia mengatakan, dirinya tak bisa menolak program itu, hal itu karena dianggapnya penggusuran itu memang harus dilakukan.
"Saya pribadi tidak akan membangkang, mayoritas warga tidak menolak. Namun, keinginannya harus terpenuhi, misalkan ada uang pengganti yang sepadan," tegasnya.
Walau tinggal di tanah yang memang bukan miliknya, Sukiman menuturkan dirinya tetap tak mau kalau pemerintah mengusir warga dengan begitu saja.
Ia mengatakan bahwa terdapat nilai penghidupan yang sudah dirintisnya sejak dahulu kala dan harus mendapatkan penggantian.
"Saya tinggal di sini sejak tahun 1959, dari zaman Tamansari masih hutan. Sebetulnya kalau digusur ya rugi karena saya sudah punya rumah dan lima kamar kontrakan, paling mahal Rp. 800.000 per bulan," jelasnya.
Sejumlah rumah di bantaran sungai Cikapundung Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Senin (19/9/2016). Lokasi itu terancam penggusuran lantaran Pemkot Bandung akan membangun apartemen rakyat. Foto: KOMPAS.com/DENDI RAMDHANI
Solusi Ridwan Kamil ditolak Warga
Ia menegaskan bahwa dirinya menolak dengan tegas untuk skema penggusuran yang diterapkan oleh Ridwan Kamil.
Seperti diketahui bahwa, Ridwan kamil mengusulkan untuk para warga bisa pindah sementara dan dapat kembali ke sana lagi kalau rusunawa sudah selesai dibangun.
"Di RW 11 ada sekitar 140 kepala keluarga. Masyarakat menolak dengan konsep dipindahkan terus diisi lagi. Membangun itu kan lama. Kalau mau adil tidak akan menyengsarakan. Sederhana saja, keinginan warga penuhi, nanti terserah mau pindah ke mana," terangnya.
Sejak dipimpin oleh Ridwan Kamil, untuk penggusuran sendiri mulai masif dilakukan dengan dalih untuk bisa menghapus permukiman kumuh.
Ridwan kamil mempunyai program untuk bisa membangun sebanyak 15 apartemen untuk rakyat dengna kelas menengah ke bawah. Harga jual dari apartemen tersebut kisaran Rp 50 juta hingga Rp 260 juta.
Berdasarkan data yang Berita Metropolitan terima, dari 5 lokasi yang direncanakan, kawasan di Tamansari menjadi prioritas utama dari Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil buat Bandung mirip Jakarta
Herdi Kujat menganggap bahwa arah pembangunan Kota Bandung sudah mulai menyerupai kejamnya sistem di Jakarta.
"Kalau menyerupai Jakarta belum, tetapi ke arah sana sudah mulai. Programnya sudah hampir sama," tukas Herdi.
Penggusuran di Kampung Pulo.
Ia mengatakan bahwa cukup khawatir kalau rumahnya akan terkena dampak penggusuran juga karena RW 15 tempatnya tinggal hanya berjarak beberapa meter saja.
"RW 15 katanya terkena juga, rumah saya pas di tengah. Kalau Kampung Pulosari, itu bukan tanah milik pemkot, ini bersertifikat semua. Ya kekhawatiran ada. Namun, katanya, di sini mau dijadikan hutan kota," jelas Herdi.
Penggusuran harus berpihak pada warga
Setuju dengan pernyataan dari Sukiman sebelumnya, Herdi mengatakan bahwa dirinya tidak bisa juga menolak kalau tempat tinggalnya turut digusur.
Namun, harus ada dampak positif juga terhadap warga dengan solusi yang berpihak sepenuhnya untuk kepentingan warga.
"Tak ada masalah selama positif, mah, tetapi jangan sampai menyengsarakan masyarakat. Harus ada solusi nyata," tutupnya.
Menanggapi pemberitaan yang agak menyudutkan dirinya, Ridwan Kamil pun ternyata punya pembelaan tersendiri.
Ia menuturkan, sebagai Wali Kota Bandung, untuk sebuah kota metropolitan tentu tidak jauh berbeda masalahnya, salah satunya adalah pemukiman kumuh yang ada di perkotaan.
Ridwan Kamil.
Problem Bandung dan Jakarta sama
"Bukan masalah kayak Jakarta, tapi persoalan di kota metropolitan problemnya sama, terjadi kekumuhan yang tidak direncanakan. Untuk pengentasannya pilihannya dipindahkan permanen, ditata di situ, atau dirapikan saja," jelas Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil dikutip Berita Metropolitan.
Ia menjelaskan kalau penertiban kawasan kumuh itu dibuat untuk bisa kembali ditempati oleh para warga dengan bentuk yang berbeda yaitu apartemen.
"Saya tanya, ada enggak gagasan untuk pengentasan kekumuhan? Orang ingin kayak Singapura modern, tapi enggak ingin mengikuti prosesnya. Jadi banyak orang yang tidak suka prosesnya, tapi berharap pemkot menghadirkan perubahan seperti ada di imajinasinya," ucap Kang Emil.
"Nah, ini bagian dari proses. Kenapa orang berkampung karena mereka kepepet. Karena kepepet, kampung tidak punya pola ada gang sempit, kumuh. Mereka betah di situ karena keterpaksaan, bukan kebetahan, tidak ada pilihan. Jadi ini mau ditata, diperbaiki hidupnya ke situ lagi, pada dasarnya orang tidak senang perubahan," sambungnya.
Perbedaan antara Jakarta dan Bandung
Ia menjelaskan bahwa walaupun melakukan penggusuran, terdapat sebuah perbedaan antara pengusuran yang dilakukan olehnya dengan apa yang dilakukan di Jakarta yaitu tentang komunikasi antara pemerintah dengan para warga yang terdampak.
"Kalau ada kekhawatiran, letaknya ada di komunikasi itu yang membedakan Jakarta dengan Bandung. Kalau Bandung, kita komunikasinya intensif," ucapnya.
"Maka urusan rencana pembangunan apartemen rakyat Tamansari saya undang semuanya. Kalau saya enggak peduli komunikasi, saya serahin dinas saja beres-beres. Seperti pembangunan sky walk, kita undang semuanya, dijelasin sama wali kotanya, bukan katanya-katanya," lanjutnya lagi.
Kebijakan Pro dan Kontra
Emil mengetahui bahwa sebagai Kepala Daerah, setiap kebijakan yang dibuatnya tentu akan membuat banyak pandangan dari kalangan masyarakat.
"Inilah dinamika pembangunan, media juga jangan hanya merekam dinamika, tapi harus jadi agen perubahan. Kalau masuk ke logika media, argumen saya logis, mohon ada penguatan. Kalau logikanya saya zalim, silakan dikritisi. Kalau enggak begitu, pembangunan ini tidak secepat yang kita mau," tegas Emil.
Ridwan Kamil tegaskan tidak ada Uang Ganti Rugi
Ridwan menegaskan bahwa untuk pembangunan apartemen rakyat tersebut tak ada uang pengganti untuk warga.
Hal tersebut lantaran tidak ada dasar hukum yang menyatakan untuk bisa memberikan uang kompensasi kepada para warga yang tinggal di lahan pemerintah.
"Tidak ada dasar hukumnya. Pemkot pasti akan melakukan tindakan yang win-win. Kalau ada dasar hukumnya saya pasti lakukan. Kalau saya ditangkap berperkara hukum kan mereka enggak akan nolong. Jadi saya harus mengedukasi kepada warga yang menolak karena tidak paham hukumnya," ucapnya
.
Penulis: Dede Suhendra
Source link